Metrogaya - Beberapa waktu lalu, PT Lamborghini Jakarta meluncurkan varian terbaru, yaitu Lamborghini LP560-4 Spyder. Mobil Italia yang eksotik dan garang ini kabarnya dilepas dengan kisaran harga 4 sampai 6 miliar rupiah. Bukan itu saja, dua varian Lamborghini lainnya juga akan segera menyusul, yaitu Murcielago LP 670-4 Superveloce dan LP650-4 Roadster. Meski tidak menyebut kapan kedua mobil super sport tersebut hadir di Indonesia, ada kepastian mobil tersebut akan segera masuk dalam negeri.
Lamborghini Jakarta sempat berencana menghadirkan Murcielago LP 670-4 SuperVeloce dan LP650-4 Roadster awal Mei 2009 lalu. Namun sayang ketika itu kehadirannya dibatalkan tanpa ada pemberitahuan lebih lanjut. "Target kita memang 12 unit sepanjang tahun ini, tapi sampai sekarang baru terjual tiga unit, terdiri dari Gallardo dan Murcielago," kata Endy Kusumo, Chief Operation Officer (COO) PT Artha Auto selaku autorized dealer mobil berlambang banteng Lamborghini di Jakarta, Kamis (15/10).
Indonesia dan Lamborghini sendiri sebenarnya memiliki cerita menarik. Jika Lamborghini secara resmi membuka 'toko' di Indonesia baru pada Februari tahun ini, maka Indonesia sebenarnya lebih dulu pernah menguasai Lamborghini. Dua tokoh yang berperan saat itu adalah Setiawan Djody dan putra bungsu mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto.
Awalnya, adalah krisis keuangan yang menimpa Lamborghini tahun 1992. Kendala finansial ini kemudian berakhir dengan masuknya perusahaan raksasa Amerika Serikat, Chrysler. Sayangnya, Chrysler juga mengalami kegagalan dalam mengembangkan Lamborghini dan perusahaan otomotif besar ini kemudian mencari seseorang yang bisa membeli Lamborghini.
Chrysler lantas menemukan sebuah perusahaan yang bermarkas di Bermuda dengan nama Megatech. Perusahaan ini merupakan anak dari Perusahaan SEDTCO Pty. yang dimiliki oleh pengusaha ternama asal Indonesia, Setiawan Djody dan Tommy Soeharto. Dan pada tahun 1994, dengan investasi sebesar 40 juta dolar AS, Lamborghini resmi berpindah tangan dari Italia ke Megatech.
Secara kebetulan saat itu Djody juga menguasai 35 persen saham perusahaan supercar Amerika, Vector Motors. Dari sini terjadilah kolaborasi antara Vector Motors dan Lamborghini dalam merancang mobil-mobil super cepat. Kala itu yang juga muncul adalah Michael J Kimberly, mantan pemilik Lotus, Jaguar dan eks wakil presiden eksekutif General Motors. Sosok inilah yang diposisikan sebagai presiden dan direktur manajer Lamborghini saat itu.
Di tangan Kimberly, Lamborghini berkembang pesat. Dari yang awalnya hanya mengandalkan satu, dua model, muncul banyak varian baru. Namun, strategi marketing andalan Kimberly adalah fokus pada jejak sejarah dan eksotisme Lamborghini. Pada tahun 1994 juga, varian Diablo mencapai puncak penjualan dengan model Superveloce.
Tahun 1995, setelah grafik penjualan meningkat, manajemen Lamborghini dirombak. Tommy Soeharto dengan perusahaan V'Power kemudian menguasai dengan kepemilikan 60 persen saham dan sisanya dibeli perusahaan Malaysia, MyCom Bhd. Tapi pergantian ini tetap tak mengusik kepopuleran Diablo pada era '90an.
Memasuki akhir 1996, Lamborghini mengangkat Vittorio sebagai CEO. Dengan masuknya Vittorio, Lamborghini seperti berharap bisa merasakan kejayaan selama 40 tahun yang dialami Fiat. Dan harapan tersebut sepertinya terbukti meskipun tak sama. Tahun 1997, Lamborghini sukses mencatat break-even point setelah 209 Diablo ludes terjual.
'Penguasan' Indonesia atas Lamborghini kemudian berakhir setelah badai krisis finansial menghantam Asia, pertengahan 1998. Pada tahun ini juga Ferdinand Piech, cucu dari pendiri Volkswagen (VW), Ferdinand Porsche mengakuisisi Lamborghini dengan investasi sebesar 110 juta dolar AS. Rencana VW membeli Lamborghini tak lain adalah memperkuat merk mobil mewah mereka, AUDI AG. Dan hingga saat ini, Lamborghini masih dibawah kendali AUDI. (hd/kompas/wikipedia/sportcars)