MERANTAU, Sebuah film terbaru yang sudah sangat jarang diproduksi oleh produksi perfilman Indonesia, kemaren 6 Agustus 2009 diputar secara serentak di Bioskop-bioskop di seluruh Indonesia,
Kenapa saya menyebutnya jarang diproduksi, karena film yang satu ini, bukanlah film yang bertema percintaan, dan horror seperti Pocong, kuntilanak, atau suster ngesot yang akhir-akhir ini lagi marak diproduksi, namun sebuah Film Laga, film yang sudah hampir tidak pernah diproduksi dalam 1,5 dekade dewasa ini, pada tahun 1980 s/d 1990 dulu film laga banyak diproduksi dan disukai oleh masyarkat Indonesia, seperti misalnya Film yang dibintangi oleh actor laga Barry Prima, George Rudy, Willy Dozan, Advent Bangun dll.
Tata perkelahian di Film Merantau jauh lebih sangat bagus dibanding film-film laga Indonesia yang lain, Silat namun bergaya seperti kungfu, film yang penata gerak beladirinya dipercayakan kepada Edwel Datok Rajo Gampo alam ini dibintangi oleh juara nasional pencak silat Indonesia ”Iko Uwais” yang berperan sebagai Yuda,
Film Merantau mengangkat cerita salah satu tradisi di Minangkabau Sumatera Barat, di mana seorang anak laki-laki harus melakukan perjalanan guna memperoleh nama untuk dirinya. Tokoh sentralnya, Yuda, akan dipercayakan kepada pesilat Iko Uwais.
Sementara itu, Donny Alamsyah, pemeran tokoh Yayan dalam film tersebut, mengaku sangat antusias terlibat dalam film layar ketiganya, setelah Sang Dewi dan 9 Naga. “Saya melihat skenario film ini sangat bagus. Ini film drama, tapi juga mengangkat seni budaya beladiri tradisional Indonesia. Sayang, saya enggak dapat adegan berantemnya,” kata Donny di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jumat.
Di film tersebut, aktor asal Denmark Mads Kudal, akan berperan sebagai seorang penjahat bernama Ratger. Ia mengungkapkan keterlibatannya di film ini lantaran pernah satu menggarap proyek bareng sutradara asal Inggris, Gareth Huw Evans.
“Sejujurnya, saya tak begitu banyak tahu tentang film Indonesia, biasanya hanya dari Jepang atau China. Tapi menurut saya skenario di film ini sangat bagus,” puji bintang serial Six Reasons Why itu.
Trailernya sudah beredar sejak tahun lalu. Di situsnya diceritakan segala macam soal proyek film Rp 15 miliar itu.
Filmnya lumayan lama, hampir 2,5 jam. Satu jam terakhir betul-betul padat dengan laga pencak silat. Di gang-gang kecil, dalam klab malam, di jembatan penyeberangan orang, di kompleks rusun (Rusun Klender), di atap gedung, duel dalam lift, hingga dua lawan satu pamungkas sebagai puncak film.
Di Jakarta, dia malah bertemu Astri (Sisca Jessica, tampak fisik seperti versi beta Agnes Monica), penari yang dikuras duitnya oleh bos klab, Johni (Alex Abbad). Johni hendak menjual Astri ke sindikat pedagang pecun (yang mengekspor cewe-cewe pake.. kontainer!), yang mana tentu saja Yuda mati-matian mencegah.
Dengan situasi itu, tentu saja puluhan tukang pukul berdatangan sepanjang film mencegat Yuda. Saking sibuknya berlaga, Yuda sepanjang film tak pernah berganti pakaian. Semakin lama durasi film, makin dekil bajunya.
Film ini untuk dewasa! Membawa anak menonton The Dark Knight masih lebih mulia. Di Merantau, darah berceceran di mana-mana. Walau warnanya sering mirip sirop, tapi yang tak biasa menonton acara kriminal atau tayangan korban bom Marriott 17/7 di teve, bisa mual dan terkaget-kaget.
Ada juga setumpuk kosa kata makian yang muncul di film. Binatang berlompatan dari mulut si germo Johni. Astri sendiri sangat gemar mengucap “taiik!” yang hampir semuanya ditujukan pada Johni.
Di layar terpampang pula subtitel Bahasa Inggris yang terjemahannya sering tak persis dengan maksud yang kita pahami. Di awal film yang bertabur bahasa Padang, subtitel juga tak tepat. Lebih baik tanyalah ke orang Padang terdekat.
Sekali lagi, ini film laga. Jadi, sekitar satu jam pertama, ingat-ingatlah ini. Yakinlah bahwa rentetan ciat gedebuk bakal segera datang. Tak usah berharap si Astri bakal stripping. Juga tak ada romansa fisik yang maksa, kok. Oh ya, kalau di film lain aparat selalu terlambat datang, di film ini malah tak datang-datang. Jangankan polisi, satpam pun gak ada. Agak aneh juga karena, setahu kita, gagal maupun suksesnya sindikat demikian sangat butuh peran aparat.
Saya rasa, film ini wajib ditonton karena tata laga yang dahsyat–dengan pencak silat yang ditegaskan sebagai pusaka Indonesia. Sinematografi adalah bonusnya: keren bukan hanya saat adegan laga, tapi juga saat mengeksploitasi keindahan Bukittinggi.
Semoga saja ada sineas nasional yang menyusul membuat film laga yang beneran merah-putih. Minimal naskah, dialog dan konfliknya jadi beneran terasa Indonesia-nya. Masak warga gak berkerumun pas ada yang bonyok/bertumbangan? Wisata musibah kan budaya kita.
- Yuda lapar dan mencari makan di warung terdekat. Ditanya sama Mas Warung, mau makan apa. “Sate padang, Pak,” kata Yuda.
- Johni heran kenapa Yuda begitu ngotot melindungi Astri. Kata Johni, “Cantik sih, tapi secantik pecun-pecun lain.”
- Yuda dikejar penjahat yang menunggangi motor. Untuk menghambat pengejar, segala barang yang ditemukan dilemparkan. Di ujung gang, ada orang lewat bawa handuk dan gayung. Yuda menyabet ujung handuk. Pemilik handuk refleks menangkap ujung lain untuk menahan handuknya dijambret. Nah handuk pun terbentang, menjegal leher pengejar bermotor. Yuda cabut, meninggalkan pemilik handuk yang tampangnya bengong pooool buanget.
Beberapa cuplikan adegan