Afghanistan dan Irak dirudal atas nama perang melawan terorisme. Sedangkan kita tahu, Pemerintah Taliban sampai detik-detik terakhir tembakan salvo mesin perang Amerika tetap bersikukuh tidak tahu-menahu soal Tragedi WTC.Rezim Saddam Hussain pun tidak memiliki senjata pemusnah massal seperti dituduhkan Washington.
Bahkan, Kepala Tim Inspeksi Senjata Nuklir Mayjen Keith Dayton yang dikirim oleh Pentagon dengan 1.400 pakar nuklir juga tak menemukan secuil molukel atom di Irak. Jadi, gempuran ke Kabul dan Baghdad menyisakan misteri tersendiri. Hal ini sama misterinya dengan Peristiwa 11 September 2001 itu sendiri. Ada sejumlah pertanyaan yang sangat layak diajukan: benarkah Gedung WTC di New York hancur akibat hantaman pesawat?
Apakah mungkin gedung yang disangga baja itu meleleh hanya karena api? Mengapa jet-jet tempur AS tidak mengudara? Siapa sesungguhnya dalang di balik Tragedi 11 September? Apa kepentingan Washington dan Pentagon? Apa kaitannya dengan kepentingan energi di beberapa dekade mendatang. Bagaimana nasib dunia Islam? Mengapa Pakistan tidak memihak Taliban, tetapi AS?
Jika selama ini opini dunia seolah digiring oleh pemerintahan Bush untuk meyakini Tragedi WTC didalangi oleh Osama, maka ada sisi lain yang tentu pantas untuk disimak. Ini setidaknya pendapat banyak kalangan, mengapa misteri Tragedi 11 September perlu kembali diperbincangkan? Ada empat hal penting yang mendasarinya.
Pertama, Prof Dr Morgan Reymonds (guru besar pada Texas University, USA) menyatakan ”Belum ada bangunan…baja…ambruk hanya… oleh kobaran api”.
Kedua, Michael Meacher (mantan Menteri Lingkungan Inggris, 1997 – 2003) berpendapat ”…perang melawan terorisme… dijadikan…tabir kebohongan guna mencapai tujuan-tujuan strategis geopolitik AS”.
Ketiga,Prof Dr Steven E Jones (guru besar fisika pada Birgham Young University, USA) membeberkan hasil risetnya ”…bahan-bahan peledak telah diletakkan…di bangunan WTC”.
Profesor Steven E. Jones dari Brigham Young University, Utah, yang melakukan penelitian dari sudut teori fisika mengatakan bahwa kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC 7 hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut.
Teori fisika Jones tersebut tentunya sangat bertentangan dengan hasil penelitian FEMA, NIST dan 9-11 Commision bahwa penyebab utama keruntuhan gedung-gedung tersebut adalah api akibat terjangan pesawat dengan bahan bakar penuh.
Dalam kertas kerjanya berjudul “Why Indeed Did the WTC Buildings Collapse?” dan dipublikasikan harian Deseret Morning News yang terbit di Salt Lake City dalam situsnya awal November lalu, Ilmuwan dari Departerment of Physic and Astronomy, Brigham Young University itu menguraikan secara ilmiah penyebab sesungguhnya dari kehancuran tersebut.
Pihak Brigham Young University sendiri sebelumnya mengatakan bahwa isi dari kertas kerja tersebut sepenuhnya tanggung jawab penulis, bukan sebagai pandangan pihak universitas.
“Saya mengimbau dilakukan suatu investigasi secara serius atas hipotesa bahwa gedung WTC 7 dan Menara Kembar WTC runtuh bukan hanya oleh benturan (pesawat) dan kebakaran, tapi juga karena bahan peledak yang sudah ditempatkan sebelumnya,” kata Jones.
Detik-detik keruntuhan Menara Kembar WTC, dan juga gedung WTC 7 didekatnya, disaksikan jutaan pasang mata baik secara langsung maupun melalui siaran “live” televisi di seluruh dunia.
Empat tahun telah berlalu dan berbagai peristiwa penting pun terjadi terkait dengan tragedi “September hitam” tersebut, di antaranya berupa perubahan kebijakan politik luar negeri AS dan serangan terhadap Afghanistan.
Namun Osama Bin Laden yang diyakini sebagai dalang utama serangan 11 September dan aksi terorisme lainnya di dunia, hingga kini belum dapat ditangkap.
Jones sendiri dalam kertas kerjanya tidak menyorot soal politik dan aksi terorisme, tapi ia memfokuskan pada teori fisika atas keruntuhan gedung-gedung tersebut. Ia tidak mau berspekulasi mengenai bagaimana bom itu dipasang dan siapa yang melakukannya.
Bukan hanya api
Dalam paper yang juga dipublikasikan pada pertengahan November lalu oleh situs harian Deseret Morning News yang terbit di Salt Lake City, Jones satu persatu mencoba memberi keyakinan bahwa tidak mungkin hanya api yang memporakporandakan gedung berkonstruksi baja tersebut.
Menurut teori Prof Jones, simetrikal dan cepatnya keruntuhan gedung-gedung tersebut membuktikan bawa penjelasan resmi FEMA, NIST dan 9-11 Commission yang kini sudah menjadi pegangan publik pada umumnya adalah salah.
“Fakta sebenarnya, tampaknya ada bahan peledak yang sudah ditempatkan sebelumnya pada tiga gedung di Ground Zero itu,” ujar ilmuwan yang mengambil spesialisasi metal-catalysed fussion, archaeometeri dan solar enegy tersebut.
Sebelum dan sesudah peristiwa WTC belum pernah ada gedung berkerangka baja yang hancur total karena kebakaran. Namun bahan peledak dapat dengan efektif memotong tiang-tiang baja,” katanya.
Gedung WTC 7, yang tidak ditabrak pesawat, runtuh pada petang hari 11 September 2001 dalam 6,6 detik atau hanya 0,6 detik lebih lama dari perjalanan jatuhnya sebuah benda dari puncak gedung 47 lantai itu ke tanah.
“Dimana faktor kelambatan yang harus terjadi karena kekekalan gaya gerak, yang merupakan hukum dasar fisika?,” katanya.
Dengan demikian muncul hipotesa penghancuran lewat ledakan, termasuk pada bagian bawah dan tiang-tiang baja penyangga, sehingga jatuhnya mendekati kecepatan benda jatuh bebas.
Puing-puing bekas gedung itu , memperkuat dugaan kehancuran akibat ledakan karena sebagian besar materi gedung menjadi seperti bubuk. “Bagaimana kita bisa yakin pada kejanggalan ini selain kerena bahan peledak?,” katanya.
Lelehan logam yang ditemukan direruntuhan WTC bisa sebagai akibat suatu reaksi suhu tinggi dari bahan ledakan yang biasa digunakan seperti thermite. Gedung yang jatuh bukan oleh ledakan tidak cukup punya energi langsung untuk mengakibatkan lelehan metal dalam jumlah besar.
Argumentasi lainnya, untuk menguapkan struktur baja penyangga diperlukan api dengan temperatur mendekati 5.000 derajat Fahrenheit, sementara barang-barang kantor dan minyak disel yang terbakar tidak bisa mencapai suhu sepanas itu.
Api yang disebabkan oleh bahan bakar jet dari pesawat tersebut paling lama hanya beberapa menit, dan selanjutnya api dari materi kantor akan membakar kemana-mana dalam 20 menit. .
Pendapat Jones yang kontroversial ini juga menarik perhatian jaringan televisi MSNBC yang 16 November lalu mengundangnya untuk menjadi pembicara dalam suatu wawancara yang dipandu Tucker Carlson.
“Yang saya lakukan adalah menghadirkan bukti, ini suatu hipotesa yang harus diuji. Ada perbedaan besar dengan yang sudah disimpulkan, dan saya hanya ingin mengklarifikasi,” kata Jones dalam wawancara tersebut.
Wawancara dalam program “The Situation” MSNBC itu sendiri hanya berlangsung enam menit sehingga tidak banyak waktu untuk Jones menjelaskan lebih jauh mengenai teorinya.
Carlson mengaku bahwa ia banyak mendapat respon dari pemirsa mengenai acara tersebut, yang umumnya memuji atas keberaniannya menghadirkan Jones dalam program itu.
Ada juga pemirsa melalui e-mail yang memprotes karena sempitnya waktu yang disediakan untuk Jones menjelaskan soal konspirasi, katanya.
Meskipun memakai dasar-dasar ilmu alam, pandangan Jones memang merupakan hal yang sangat sensitif, karena bisa berpengaruh pada hal-hal lainnya di balik tragedi yang menewaskan ribuan jiwa tersebut.
Menurut Deseret Morning News, Jones juga akan mempublikasikan teorinya itu dalam bentuk buku berjudul “The Hidden History of 9/11″
Terakhir, Osama bin Laden (tersangka dalang Tragedi 11 September) menegaskan ”Saya telah katakan… saya tidak terlibat dalam… 11 September”.
Karenanya, menjadi penting upaya untuk menyingkap misteri Tragedi WTC meskipun telah lama berlalu. Dari keempat hal penting di atas, dapat disimpulkan perang melawan terorisme yang diprakarsai pemerintahan Bush perlu dikaji ulang, termasuk berupaya mengungkap pelaku peledakan Menara Kembar WTC yang sesungguhnya.
Kita bisa menjadikan komentar Andreas von Buelow dijadikan acuan.Di harian Tagesspiegel,Berlin,mantan Menristek Jerman ini semacam menyadarkan kita semua dengan ungkapannya: Carilah Kebenaran.Wallahu’alam bisshawab.