Halaman

Rabu, 02 September 2009

Perampasan Organ Masih Terjadi di China

falun gong

Seniman: 'Lukisan perampasan organ seorang pengikut Falun Gong' oleh Xiqiang Dong dari Pameran Seni Internasional Sejati-Baik-Sabar (news.medill.northwestern.edu)

Washington – Dalam sebuah surat untuk Presiden Barack Obama, 8 Juli lalu, para anggota konges AS Robert Andrews dari Partai Demokrat dan Chris Smith dari Partai Republik meminta Presiden Obama memberikan dukungan diplomatik baik secara umum maupun pribadi terhadap para pengikut Falun Gong yang dianiaya di China.

“Pemerintah kami memiliki kewajiban angkat bicara kepada mereka yang secara fundamental telah melanggar hak-hak azasimanusia.” isi surat itu.

Pada 10 Juni 1999, surat negara, Pemerintah China “membentuk pasukan keamanan diluar undang-undang yang dikenal sebagai kantor 6-10.” Selain itu, surat tersebut menyatakan kantor 6-10 tidak hanya mencoba membuat para pengikut Falun Gong melepas keyakinan mereka, tetapi juga melakukan pemukulan dan penyiksaan.

Menurut Andrews dan Smith, kegiatan Falun Gong “Mencerminkan latihan secara internasional – yang merupakan hak dasarmanusia, termasuk kebebasan berpikir, mengeluarkan pandapat dan berkeyakinan.”

Selain itu, dua anggota kongres tersebut yakin satu-satunya alasan pemerintah China melarang latihan itu karena para pemimipin politik takut Falun Gong akan menjadi lebih populer dibanding Partai Komunis.

Sementara dua anggota Kongres sedang mengkhawatirkan krisis yang melibatkan China dan penganiayaan terhadap gerakan spiritual, para kritikus lainnya menjauh, ini menandakan mereka menyetujui pemerintah China mengambil organ tubuh manusia secara ilegal.

Banyak pengikut Falun Gong yang menyatakan pemerintah China terlibat dalam pengambilan organ secara paksa terhadap rekan mereka.

Falun Gong yang juga disebut Falun Dafa, pertama kali diperkenalkan di China, 1992. Sebuah latihan kultivasi (pengolahan) diri dengan melakukan seperangkat latihan gerakan untuk memperbaiki kesehatan pisik dan mental.

Pada 20 Juli 1999, pemerintah China menyatakan latihan tersebut tidak sah karena beberapa pejabat ketakutan akan popularitasnya yang dapat melampaui pejabat negara, sebab yang berlatih Falun Dafa diperkirakan antara 70 sampai 100 juta orang.

Para pejabat pemerintah mengeluarkan perintah untuk memukul, menyiksa, bahkan membunuh para pengikut Falun Gong, menurut David Kilgour, pengacara Kanada yang melakukan investigasi terhadap kasus pengambilan organ para pengikut Falun Gong secara paksa.

Kilgour meyakini perdagangan organ masih dilakukan di China. Sepuluh tahun yang lalu, Kilguor mengatakan ia mengetahui gerakan Falun Gong ketika ia menyaksikan aksi damai di Ottawa. Pada saat itu, ia sebagai Menteri luar Negeri Kanada urusan Asia Pasifik.

“Sekarang saya merasa malu, saya tidak menanggapi masalah ini dengan cukup serius saat itu, sebagian karena saya telah mengunjungi China dan tidak mempercayai kejahatan kemanusiaan ini terjadi pada negara yang oleh pemerintahan Perdana Menteri Jean Chretein sangat diperhatikan,” ujarnya.

Berdasarkan temuannya pada 2007, merinci dugaan insiden yang terjadi pada dekade sebelumnya, Kilgour mengatakan ia memiliki alasan atas keyakinannya akan pengambilan organ yang masih berlanjut. Laporannya disusun bersama David Matas.

“Menurut seluruh petunjuk yang kami dapatkan dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar China, perdagangan organ masih tetap berlanjut,” ujarnya. “Sebelum Pesta Olimpiade, Chinese Medical Association (CMA) sepakat dengan World Medical Association melarang orang asing melakukan transplantasi organ di China. Namun sulit diketahui apakah persetujuan itu ditaati karena orang asing dengan organ dari China biasanya tidak mau mengatakan tentang sumber organ mereka.”

Kesimpulan dari laporan Matas-Kilgour, “berdasarkan penyelidikan kami selanjutnya, memperkuat kesimpulan kami bahwa dugaan tersebut benar. Kami yakin telah terjadi dan kini masih berlanjut, perampasan organ tubuh para pengikut Falun Gong dalam skala besar.”

Laporan tersebut juga menyimpulkan, pemerintah China sejak 1999 telah “membunuh secara besar-besaran namun tidak diketahui berapa jumlah tahanan Falun Gong. Organ vital mereka, termasuk ginjal, hati, kornea mata dan jantung dirampas paksa untuk dijual dengan harga tinggi, kadang kala kepada orang asing, yang secara normal menunggu cukup lama donor organ sukarela seperti itu di negara mereka.”

Dr. Torsten Trey, direktur ekskutif dari Doctors Against Forced Organ Harvesting (DAFOH), lembaga non-profit yang berkantor pusat di Washington, mengatakan, banyak pengikut Falun Gong yang diekskusi karena organ mereka dibutuhkan untuk dijual secara paksa.

Meskipun kini ilegal bagi “wisatawan” menerima cangkok organ di China, Trey mengatakan ia yakin disana masih banyak pasien China yang menerima organ-organ dari para napi Falun Gong. Ia menjelaskan tidak ada bukti pendukung atas tuduhannya, namun pada 2008 PBB telah meminta China melakukan investigasi atas klaim pembunuhan para pengikut Falun Gong atas organ mereka.

Trey mengatakan sampai sekitar tiga tahun lalu, perampasan organ, atau pengambilan organ dari seseorang yang tidak disetujui sebelum meninggal, tidak diketahui oleh masyarakat umum.

“Mereka merampas organ setelah hukuman mati [itu dilakukan bagi para napi],” ujarnya.

Dalam memesan organ, Trey mengatakan seorang pelaksana ekskusi mati memberikan napi satu dosis potassium yang mematikan. Potasium walaupun bagaimana, tidak akan merusak organ dalam proses pengambilan.

Sebagai penghasilan tambahan, Trey menyatakan banyak rumah sakit China akan menjual organ diantara US$ 60.000 – US$ 100.000.

“Pada 2001, ada suatu peningkatan drastis dari ‘donasi,’ organ di China,” ujar Trey. “Ada sekitar 20.000 pencangkokan telah dilakukan dan ini menempatkan China pada urutan pertama atau kedua dalam melakukan transplantasi di seluruh dunia.”

Trey mengatakan biasanya menunggu tujuh tahun untuk menerima sebuah transplantasi di AS, di China seorang pasien hanya membutuhkan waktu tiga sampai empat minggu.

Eileen Dealy (42), mengatakan ia telah tergoda selama menderita penyakit serius tahun lalu untuk memperoleh organ secara ilegal.

“Saya tahu saya tidak akan mendapatkan masalah bila menerima sebuah ginjal dari negara lain karena saya membutuhkannya,” ujar seorang penduduk Irlandia Utara. “Saat itu, karena saya tertekan, takut dan tidak percaya pada masa depan, saya telah menerima ginjal sekalipun itu dari negara lain. Saya ketika itu tidak memiliki dilema moral dengan berbagai persoalan seperti persetujuan dan asal-usul organ.”

Bagaimanapun juga, pandangannya pada persoalan tersebut telah berubah secara drastis.

“Disaat merefleksikan penderitaan ini pada orang lain telah merubah pandangan saya dan jikakalau saya membutuhkan sebuah transplantasi besok, saya akan lebih memperhatikan mengenai dari mana ginjal tersebut berasal,” ujar Dealy. “Saya hanya akan menerima sebuah ginjal yang telah didonasikan dengan persetujuan penuh dan sukarela.”

Konsulat Jenderal RRC di New York telah dihubungi namun menolak memberikan komentar. (sua)erabaru.or.id

source