Halaman

Kamis, 03 Juni 2010

Canggih....Pria Dengan Lengan Robot


Christian Kandlbauer dengan lengan palsunya (lengan protestik).

-

25 Mei 2010. Christian Kandlbauer (21), warga Austria, menjadi orang pertama di dunia yang dapat beraktivitas dengan ”lengan robotberkendali pikiran. Seluruh lengan kiri palsu Christian bekerja mirip dengan lengan aslinya, sedangkan di bagian kanan tubuh dipasangkan prostetik biasa.

Empat tahun lalu, Christian kehilangan kedua lengannya, mulai dari pangkal lengan, setelah kesetrum daya 20.000 volt.

Para ahli di sebuah perusahaan teknologi medis berbasis di Jerman, Otto Bock Healthcare, yang mengembangkan lengan robot berkendali pikiran itu menyatakan, lengan palsu kiri Christian merupakan proyek pertama di Eropa. Hasil uji coba itu diumumkan dalam sebuah konferensi internasional di Leipzig, Jerman, dalam waktu dekat, sekaligus menandakan teknologi itu siap meninggalkan laboratorium untuk digunakan masyarakat luas.


Christian dengan “lengan protestik”

-



Pasien di Eropa dapat segera merasakan manfaat teknologi itu dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Dr Hubert Egger, Kepala Riset dan Pengembangan Proyek Lengan Prostetik Berkendali Pikiran itu.

Christian merupakan pasien di Eropa yang menjalani prosedur secara tuntas dan menjadi orang pertama di Eropa dengan lengan robot berkendali pikiran. Di masa depan, mereka berharap dapat memenuhi kebutuhan para pasien akan teknologi itu.

Dikontrol saraf

Lengan prostetik canggih itu hasil pengembangan sebuah teknik baru yang dikenal dengan targeted muscle reinnervation (TMR). Saraf yang semula mengontrol lengan yang hilang digunakan mengontrol prostetik.

Christian menjalani uji coba tersebut selama 4 tahun. Berawal dengan pembedahan selama 6 jam di Vienna General Hospital. Saraf-saraf yang awalnya mengontrol lengan ditransplantasi ke otot dada Christian.

Saraf-saraf yang ditransplantasi tersebut menyebabkan rangsangan listrik dari otak mencapai otot dada (pektoral).

Otot itu beraksi ibarat sebuah pendorong yang memperbesar sinyal ke level yang dapat ditangkap elektroda. Sinyal-sinyal itu lalu diinterpretasikan oleh sebuah komputer mikro dan dimanfaatkan untuk mengontrol lengan buatan. ”Lengan robot” itu kemudian merespons seketika. Proses penciptaan intelegensi artifisial tersebut memungkinkan Christian mengontrol lengan prostetiknya seolah-olah itu lengannya asli.

Christian dapat menyetir mobil, bekerja, dan menggenggam segelas minuman. ”Lengan baru ini seperti bagian tubuh saya sendiri,” ujar Christian dalam sebuah wawancara dengan BBC.

Pionir

Pengembangan lengan palsu atau prostetik yang dapat dikendalikan pikiran itu diawali oleh Todd A Kuiken, seorang psikiater di Rehabilitation Institute of Chicago sekaligus profesor di Northwestern University. Kuiken mengembangkan prosedur targeted muscle reinnervation (TMR) yang membuat lengan prostetik mampu merespons langsung sinyal otak. Lengan palsu pun semakin mudah digunakan ketimbang prostetik bermotor tradisional.

Prosedur itu diujicobakan kepada orang yang kehilangan organ gerak lengan. Penggunaan lengan prostetik menjadi sangat sulit lantaran akses informasi kontrol saraf untuk lengan hilang setelah amputasi. Saat kehilangan lengan, seseorang ikut kehilangan motorik, otot, dan elemen struktur tulang. Namun, kontrol informasi masih ada di sisa-sisa saraf.

Teknologi TMR merupakan prosedur memindahkan sisa saraf lengan ke lokasi otot alternatif seperti otot dada dan lengan atas.

Residu (sisa) saraf itu (yang semula membawa perintah dari otak untuk memproduksi gerakan lengan, pergelangan tangan, dan tangan) dikoneksikan ke otot dada atau lengan atas.

Ketika pasien yang kehilangan lengan berupaya menggerakan lengan, impuls yang dihasilkan sisa saraf lengan tadi menyebabkan penegangan atau kontraksi di otot dada yang menghasilkan sinyal electromyogram (EMG) memadai.

Sinyal itu dialihkan ke sebuah prosesor mikro di lengan artificial (palsu) yang membaca sinyal (dengan menggunakan sebuah pola pengenal algoritma) dan memerintahkan gerakan kepada lengan. Di laboratoriumnya, Kuiken menggunakan tes prostetik virtual.

Sebuah prosesor diprogram guna mengenali sinyal yang dikirim itu sehingga lengan bergerak sesuai perintah. Melalui TMR, ketika orang yang kehilangan lengan berpikir menggerakkan lengannya, prostetik secara otomatis bergerak sesuai keinginan.

Dalam Journal of Neurophysiology, Kuiken dan koleganya mendemonstrasikan betapa TMR berpotensi memproduksi banyak gerakan lengan dan tangan. Tidak hanya gerakan sederhana seperti membuka, menutup tangan, membengkokkan, dan meluruskan siku. Pergerakan siku, pergelangan tangan, dan tangan dapat dikontrol.

Kuiken sendiri mengadakan studi tentang TMR pada 5 orang pada Januari 2007 di Rehabilitation Institute of Chicago.


-

-

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat prostetik semakin mendekati organ tubuh asli. Prostetik menjadi semakin ringan, kuat, dan penampilannya semakin bagus sehingga orang yang kehilangan organ geraknya dapat tetap berfungsi maksimal.

Terkait lengan prostetik yang dikembangkan Otto Bock, Egger mengatakan, sangat sulit untuk menentukan harga sebuah prosedur. Proyek penelitian yang diujicobakan pada Christian, misalnya, menghabiskan biaya beberapa juta euro. ”Biaya dapat turun begitu prostetik itu diproduksi lebih massal,” ujarnya.

Kini, Christian telah kembali bekerja sebagai staf di pergudangan yang semula mempekerjakannya sebagai mekanik. Dia merasa sedikit aneh ketika lengan palsu itu pertama kali dipasangkan ke tubuhnya. Christian sulit membayangkan teknologi itu benar-benar bekerja. ”Dengan prostetik ini saya mampu melakukan berbagai hal dalam kehidupan saya sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Saya menjadi lebih mandiri,” ujarnya