Jatuhnya Bank Century (sekarang Bank Mutiara) sehingga harus diselamatkan oleh pemerintah tidak berkaitan dengan krisis global pada tahun 2008, tetapi lebih merupakan kasus kriminal perampokan perbankan.
Pasalnya saat ini ada upaya keras dari Bank Indonesia dan pemerintah untuk mencari pembenaran kasus Bank Century dengan mengkaitkan bailout dan krisis global.
Pengamat Ekonomi dari Tim Indonesia Bangkit (TIB) Ichsanudin Noorsy mengatakan hasil audit investigasi BPK justru sudah sangat jelas menunjukkan dana bailout ilegal untuk menutupi kerugian Bank Century akibat para pengelola (Century Gate ).
“TIB mendukung kesimpulan BPK bahwa alasan penetapan dampak sistemik atas Bank Century oleh BI dan KSSK sangat lemah dan tidak memiliki landasan yang kuat,” ujarnya dalam sebuah diskusi bertajuk “Dugaan Abuse Of Power Pada Kasus Bank Century” di Hotel Atlet Century, Jakarta, Selasa (24/11/2009).
Ia menjelaskan, dugaan kuat terjadinya abuse of power (penyalahgunaan wewenang) dari para pengambil kebijakan dalam kasus Bank Century dengan dilakukannya berbagai rekayasa kebijakan.
“Seperti yang terungkap dalam laporan audit investigasi BPK, bailout Century justru telah melanggar berbagai peraturan perundangan BI,” katanya.
BI, lanjut Ichsanudin, saat itu dipimpin oleh Boediono telah melakukan berbagai perubahan aturan sebagai akal-akalan untuk menjustifikasikan transaksi tersebut. “Seperti PBI yang dirubah terkait CAR, dimana agar Century bisa mendapatkan FPJP,” tuturnya.
Jika hasil audit BPK, lanjutnya, yang sudah jelas-jelas ada pelanggaran hukum tidak ditindaklanjuti maka tidak ada gunanya good corporate governance . “Mari kita sama-sama melanggar hukum, jika memang tidak ada sebuah hukum yang ditegakkan,” tuturnya.
Ichsanudin mengharapkan adanya ketegasan sikap Presiden SBY untuk menegakkan hukum dengan membuka aliran dana Century Gate .
Di tempat yang sama, Ekonom TIB Hendri Saparini juga mengungkapkan saat ini disinyalir ada skenario penyelamatan terhadap Century Gate melalui broker yang akan membantu mengembalikan uang negara di Bank Century sehingga tidak ada kerugian negara.
“Jika skenario ini terjadi, maka dapat dianalogikan sebagai perampok yang mengembalikan barang-barang rampokannya setelah tertangkap, sehingga tidak dapat dipisahkan antara tidak adanya kerugian dengan dilakukannya tindakan pidana,” paparnya.
Sebagai tambahan menurut Hendri, risiko sistemik yang terjadi pada perbankan Indonesia di awal krisis 2008 pada dasarnya justru meningkat akibat kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan oleh Gubernur BI saat itu Boediono.
“Pilihan kebijakan untuk meningkatkan suku bunga dilakukan oleh Bank Indonesia atas nasehat IMF. Risiko sistemik juga muncul di sisi fiskal akibat kebijakan pengetatan fiskal atau perlambatan pengeluaran yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani,” tambahnya.
Sumber : detik.com