Miftah, 15 tahun, ketika duduk di SMP sudah berhasil menciptakan senjata elektronik yang bisa cukup mematikan, layaknya senjata api umumnya. Yang menarik, dia membuatnya karena merasa prihatin dengan ALUTSITA TNI yang kecil itu. Maksudnya dengan bisa membuat senjata murah, tapi canggih, dana sisa TNI bisa digunakan untuk membeli senjata lainnya. Ini motif anak se usia ABG, yang sudah ada kepeduliaan dengan bangsa dan negerinya, cukup mengharukan
Miftah Ingin Pistol Ciptaannya Diproduksi Massal
Tanpa Suara Letusan dan Mampu Pecahkan Kaca
SIDOARJO | SURYA, Minggu, 8 Nopember 2009 | 11:59 WIB - Membuat senjata api (senpi) jenis pistol ternyata hanya perlu biaya Rp 200.000. Setidaknya ,begitulah pengalaman Miftah Yama Fauzan, siswa kelas 10 SMAN 1 Kabupaten Sidoarjo.
Remaja berusia 15 tahun tersebut berhasil membuat prototipe senpi elektronik. Tanpa suara letusan, pistol buatan Miftah mampu memecahkan kaca.
Temuan Miftah telah dipresentasikan di depan dewan juri yang berjumlah 12 orang enam di antaranya bergelar professor dalam Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) Tahun 2009. Kegiatan ini digelar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di Jakarta, Agustus 2009 lalu.
Kala itu pistol elektronik ala Miftah menyisihkan 1.700 karya lain, dan Miftah pun menggondol juara kedua di antara 34 para finalis.
“Saya tidak menyangka akan menang,” aku Miftah, saat ditemui Surya di SMAN 1 Sidoarjo, Sabtu (7/11).
Ia bercerita, ide pembuatan pistol elektronik ini berawal dari rasa keprihatinannya ketika mendengar banyak berita mengenai kecelakaan pesawat terbang milik TNI. Berita-berita itu memaparkan bahwa penyebab kecelakaan diduga karena kurangnya perawatan pesawat terbang akibat kecilnya anggaran pemerintah untuk membiayai pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
“Makanya jika pistol ini bisa diproduksi dengan murah (secara massal, Red), maka sisa dananya bisa dipakai membiayai Alutsista lain,” kata Miftah, didampingi Wakasek Bidang Humas SMAN 1 Sidoarjo, Eko Redjo Sunaryanto.
Sebenarnya ide itu sudah muncul sejak setahun lalu, saat Miftah masih duduk di bangku SMPN 4 Sidoarjo. Namun, dia baru mewujudkannya saat mengetahui dari internet ada lomba LPIR.
Maka, Miftah tanpa bimbingan siapapun menyiapkan pistol elektronik itu dua bulan menjelang LPIR. Hobinya menekuni pelajaran fisika memicunya bertindak serius mencari di situs-situs internet mengenai bahan-bahan materi yang mengulas senpi.
“Saya menyiapkan karya ini sendiri, termasuk mengirimkan proposal ke panitia, ” kenangnya.
Berbekal empat bahan utama berupa baterai ponsel, penaik tegangan listrik, kapasitor, dan kumparan pelontar Miftah mewujudkan gagasannya menciptakan pistol elektronik. Berbeda dengan pistol umumnya, yang menyalak keras jika pelurunya ditembakkan, pistol buatan Miftah tanpa suara.
Hal itu karena sistem kerja pistol tersebut digerakkan dengan energi kinetik yang dipadukan dengan energi elektronik. Sehingga, peluru yang ditembakkan itu bergerak karena dilontarkan oleh kombinasi dua energi tersebut.
“Namun bahan pelurunya harus khusus, terbuat dari logam fero-magnetik, logam yang bisa ditarik magnetik,” jelas anak pertama pasangan M Ashari dan Ny Rossi Indarjani, warga Desa Pilang, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, ini.
Saat uji coba, Miftah melengkapi pistol ciptaannya dengan peluru berupa paku yang dipotong sedemikian rupa. Ukuran peluru pistol ini berdiameter 0,5 sentimeter dan panjang dua sentimeter. Tatkala uji coba sebelum memenangi LPIR, peluru-paku ini mampu memecahkan kaca berukuran tebal dua milimeter.
Untuk membuat prototipe pistol, Miftah merogoh kocek sekitar Rp 200.000. Duit itu dipakai membeli sejumlah bahan utama pistol elektronik tersebut. Menurutnya, biaya bisa relatif kecil karena dia memakai bodi pistol hanya dari plastik mika yang dipotong dan dibentuk menyerupai pistol.
Jika nanti diproduksi massal, bahan untuk bodi pistol bisa dipilih sesuai kebutuhan. Bahkan fungsi pistol juga bisa disesuaikan dengan keperluan. Misalnya, jika untuk dipakai polisi melumpuhkan penjahat, kekuatan peluru tak harus mematikan; sedangkan bila dipakai sebagai senjata untuk berperang, kekuatan daya lontar peluru bisa dimaksimalkan. “Saat ini peluru bisa ditembakkan sejauh 10 meter,” urainya.
***
Kini Miftah serius mengotak-atik pistol buatannya itu karena bakal diikutkan ke Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang digelar Depdiknas di Jakarta, 16-20 November 2009 mendatang. Karya Miftah akan bersaing dengan karya 75 finalis LPIR 2009, yang pemenangnya akan diikutkan kejuaraan yang sama di tingkat internasional.
“Ini saya masih otak-atik, termasuk mendesain ukuran peluru yang tepat sehingga bisa melesat jauh, ” ujarnya.
Dengan bimbingan sang guru fisika, Triwati, dan dorongan sang ayah, M Ashari yang juga dosen Teknik Elektro Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Miftah pun berusaha keras menyempurnakan temuannya. Antara lain, memperbaiki bodi pistol yang sempat retak karena terbentur koper saat pulang dari Jakarta mengikuti pembinaan seusai menyabet medali perak LPIR 2009.
Beberapa kali pistolnya juga dicoba dengan menembakkan peluru ke sejumlah kaleng bekas minuman ringan. Peluru berupa paku tumpul ini mampu melubangi kaleng-kaleng bekas tersebut. “Kaleng saja tembus, apalagi kulit manusia, ” seloroh bocah murah senyum ini, saat menunjukkan kaleng bekas di rumah orangtuanya, di Desa Pilang.
Wakasek Bidang Humas SMAN 1 Sidoarjo, Eko Redjo Sunaryanto, merasa bangga dengan prestasi salah satu siswanya itu. Pihak sekolah akan terus memfasilitasi siswa yang mampu berkarya, apalagi hasil karyanya bisa merambah dunia internasional karena SMAN 1 Sidoarjo sudah menyandang predikat Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Dia berharap budaya ilmiah mampu menjadi budaya baru di kalangan siswa SMAN 1 Sidoarjo. Sehingga, budaya ini akan mampu menciptakan iklim berkompetisi yang sehat di antara para siswa. “Dengan demikian siswa tetap bisa berprestasi di kancah internasional, ” tegasnya (www.surya.co.id).