Halaman

Sabtu, 14 November 2009

Calon Astronom Belia Indonesia


Tim Lomba Asian Pacific Astronomy Olympiad 2009 (Dok. Surya Institute)Rasa gugup sempat menyergap Dinda Zhafira. Padahal, siswi SMP Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra, Bontang, Kalimantan Timur, itu harus segera mengikuti Asian Pacific Astronomy Olympiad (APAO) V di Damyang, Korea Selatan, medio Oktober lalu. Beruntung, kondisi itu tidak sampai mengganggu konsentrasinya. Hanya dalam hitungan detik menjelang lomba, Dinda sudah bisa menepis rasa gugupnya.

Seluruh tahapan lomba, yakni teori, observasi, dan teknik, yang berlangsung selama tiga hari, 9 hingga 11 Oktober ini, bisa ia selesaikan dengan mulus. ''Jujur saja, mendekati lomba, saya sempat deg-degan,'' kata Dinda kepada Sandika Prihatnala dari Gatra, Jumat lalu.

Ketika tiba giliran pengumuman pemenang, Dinda kembali tampak grogi. Ia sempat terkejut begitu panitia menyebut namanya sebagai peraih medali emas. ''Tadinya saya mengira pemenangnya peserta dari Cina atau Korea Selatan,'' ujar Dinda.

Selain Dinda, dalam ajang adu pintar bidang astronomi itu, tiga siswa asal Indonesia juga menjadi juara. Mereka adalah Riana Pangestu, siswi SMA Negeri 4 Berau, Kalimantan Timur, yang meraih medali emas untuk kategori senior. Lalu Romeo Muyapa, siswa SMP YPPK St. Antonius Nabire, Papua, dan Mardhatilla Amalia, siswi SMA 10 Fajar Harapan, Banda Aceh. Dua nama terakhir meraih medali perunggu.

Prestasi yang diraih siswa Indonesia pada ajang APAO V itu cukup membanggakan. Dari jumlah perolehan medali, tim Indonesia menempati posisi kedua, dengan dua medali emas sekaligus meraih penghargaan "The Best Result" untuk kategori junior. Sedangkan peraih medali terbanyak adalah tim tuan rumah, Korea Selatan, yang mengoleksi tiga medali emas. Berikutnya, Thailand yang mengantongi satu medali emas.

Kompetisi APAO di "negeri ginseng" itu diikuti puluhan siswa dari berbagai negara. Tentu saja mereka adalah siswa pilihan di negara masing-masing. Tercatat ada 11 tim peserta dari sembilan negara yang ikut berpartisipasi. Antara lain Korea Selatan, Cina, Singapura, Thailand, dan Rusia. ''Keberhasilan siswa Indonesia meraih medali adalah berkat kerja keras dan ketekunan mereka,'' kata Marianna M. Radjawane, Ketua Tim Indonesia dalam APAO V.

APAO rutin diselenggarakan setiap tahun sejak APAO dibentuk, Juni 2005 di Siberia. Penggagas APAO adalah para pakar astronomi yang tergabung dalam Dewan Pengurus Euro --Asian Astronomical Society. Lembaga ini berafiliasi dengan International Astronomy Olympiad (IAO). Para penggagas ingin APAO menjadi sarana untuk mempromosikan astronomi kepada para siswa dari negara Asia dan Pasifik.

***

Representatif APAO untuk Indonesia, Chatief Kunjaya, mengakui bahwa prestasi tim Indonesia itu di luar dugaan. Padahal, ungkapnya, tim Indonesia hanya ditargetkan mendapat satu medali emas. Menurut Kunjaya, target satu medali emas ini cukup realistis, mengingat tim yang sering menjadi langganan juara, seperti Cina, Rusia, dan Korea Selatan, dianggap masih akan mendominasi perolehan medali di APAO V. ''Saya nggak nyangka hasilnya melebihi target,'' kata dosen di Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Chatief Kunjaya bangga, siswa yang dikirim mengikuti APAO adalah "mutiara-mutiara" dari luar Jawa. Menurut dia, hal ini membuktikan bahwa cukup banyak siswa di luar Jawa, seperti Papua dan Kalimantan, yang berotak encer. Hanya saja, kata Chatief Kunjaya, kesempatan mereka diikutkan dalam lomba sains tingkat internasional masih minim jika dibandingkan dengan siswa dari Jawa. ''Saya berterima kasih kepada Surya Institute yang memprioritaskan peserta dari luar Jawa untuk mengikuti seleksi APAO,'' ujarnya.

Sebelum mengikuti lomba, menurut Chatief Kunjaya, peserta memang harus menjalani proses seleksi yang diselenggarakan Surya Institute, lembaga yang didirikan Profesor Yohanes Surya. Setelah diseleksi secara ketat, terpilih empat siswa SMP dan empat siswa SMA. Delapan siswa yang terpilih ini berasal dari luar Jawa (lihat: Anggota Tim Indonesia). ''Tadinya, kalau masih ada tempat, disiapkan untuk siswa dari Jawa. Ternyata sudah terisi semua,'' katanya.

Siswa yang lolos seleksi mendapat gemblengan dari tim dosen ITB mulai Akhir Februari lalu. Ada delapan dosen astronomi yang terlibat dalam pembinaan, plus asisten dan para alumni. Pembinaan siswa berlangsung di tiga tempat, yaitu kampus ITB (Bandung), Observatorium Boscha (Lembang), dan Planetarium (Jakarta). Ada tiga materi yang diajarkan kepada para siswa. ''Pelajaran meliputi teori, observasi, dan analisis,'' ujar Chatief Kunjaya.

Chatief Kunjaya berharap, para siswa pemenang APAO mendapat perhatian khusus dari Departemen Pendidikan Nasional. Caranya, dengan memberikan beasiswa prestasi kepada mereka. Jika perlu, anak-anak itu nanti disekolahkan di luar negeri. "Ditahan di dalam negeri tidak baik juga. Fasilitas riset kita di bidang astronomi belum memadai. Padahal, mereka punya potensi menjadi ahli astronomi,'' tuturnya (gatra.com).