Halaman

Kamis, 29 Oktober 2009

IPB Luncurkan Robot Penjelajah Laut


IPB Luncurkan Robot Penjelajah Laut

MI/Dede Susanti

BOGOR--MI: Setelah meluncurkan alat pemisah ikan beberapa waktu lalu, peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) kembali mempublikasikan hasil risetnya berupa robot penjelajah laut atau bawah air, di Gedung Pasca Sarjana, Baranangsiang, Kota Bogor, Kamis (29/10) siang.

Robot penjelajah tersebut hasil karya Prof Indra Jaya, seorang peneliti juga Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Menurut Indra, robot yang dikembangkannya adalah sejenis ROV (remote operating vechile). Alat tersebut dinamakan Robot Jelajah Bawah Air (RJ-45). Angka 45 menunjuk ke spesifikasi kedalaman jelajahnya, yakni 45 meter. "Jadi, masuk ke dalam kategori ROV laut dangkal, bukan untuk laut dalam," ujarnya.

Pengembangan RJ-45 tersebut merupakan kerja sama dengan suku Dinas Kelautan dan Perikanan Keulauan Seribu. RJ-45 dirancang untuk memantau kondisi bawah air, khususnya dalam penempatan objek bawah air, misalnya rumah ikan (fish shelter) atau rumpon bawah air.

Selain itu, RJ-45 dirancang untuk dapat mengamati penempatan pipa bawah air yang diletakkan pada dasar laut dangkal, karena dilengkapi dengan video kamera bawah air. Kemampuan RJ-45 dikembangkan ke arah observasi bawah air, bukan pada ekstraksi (pemanfaatan) sumber daya yang ada. ROV yang ada sekarang ini umumnya memang dirancang untuk keperluan observasi. Kalaupun ada robot yang untuk ekstraksi, tapi lebih kepada pengambilan contoh saja. "Pengembangannya ke depan memang diarahkan juga ke laut dalam," katanya.

Secara fisik, alatnya itu terbuat dari stainless steel dengan tujuan supaya tenggelam. Beratnya mencapai 15 kilogram. Daya penggerak alat ini menggunakan genset. Proses pembuatan robot yang sudah diujicobakan di Kepulauan Seribu selama enam bulan mulai 2007. Namun, jika dirunut dari awal, yakni mulai perencanaan dan penelitian, waktu yang dihabiskan sekitar setahun. Dana pengembangan alat ini mencapai Rp150 juta.

Karena keterbatasan dana, katanya, hingga kini, alat ini baru satu. "Prinsipnya sama dengan yang dikembangkan peneliti dari Amerika, Alvin. Sekarang, alat ini belum komersil dan baru hasil riset saja. Soalnya, untuk komersil, perlu kapital," katanya. (DD/OL-04) ( www.mediaindonesia.com )