Nuklir adalah salah satu sumber energi yang ramah lingkungan. Bahkan, polusi yang ditimbulkan energi nuklir jauh lebih kecil dibanding polusi energi fosil. Artinya, pemanasan global akibat polusi energi fosil yang terus meningkat sebenarnya dapat diatasi dengan pengembangan nuklir sebagai sumber energi.
"Nuklir itu sangat ramah lingkungan. Orang tidak bisa membedakan mana yang ramah lingkungan dan mana yang berisiko tinggi. Kalau risiko tinggi, iya," ujar Muhamad Najib, anggota DPR Komisi VII dalam Workshop Nuklir untuk Listrik Pangan dan Kesehatan 2009, Kamis (29/10) di ICMI Center, Jakarta.
Namun, sampai saat ini nuklir masih ditakuti dan dianggap momok sehingga jenis energi ini belum dipercaya untuk memberikan kontribusi dalam menyediakan kebutuhan energi di Indonesia. "Kata-kata nuklir selalu jadi momok di Indonesia. Orang awam, kalau baca nuklir, takut," ujar Sugiharto, Ketua Dewan Pakar ICMI saat membuka workshop tersebut.
Menurut data Departemen ESDM, energi primer di Indonesia hanya bersumber dari minyak bumi, gas, batu bara, panas bumi, air, dan biofuel. "Nuklir belum memberikan kontribusi. Mau mulai yang di Jepara, itu selalu diganggu," ujar Muhamad Najib.
Menurutnya, selain kesan yang menakutkan, pembangunan pembangkit tenaga nuklir juga terkendala biaya. "Membangun PLTN memang butuh dana triliunan, tapi kalau sudah jadi, bisa sampai 20 tahun, dan tidak membutuhkan banyak dana," ujar Muhamad Najib.
Untuk itu, Indonesia harus berani mengambil risiko mengembangkan nuklir sebagai sumber energi masa depan. "Batu bara 30-40 tahun habis, minyak bumi 20 tahun ke depan habis," ujar Muhamad Najib.(Kompas.com)
"Nuklir itu sangat ramah lingkungan. Orang tidak bisa membedakan mana yang ramah lingkungan dan mana yang berisiko tinggi. Kalau risiko tinggi, iya," ujar Muhamad Najib, anggota DPR Komisi VII dalam Workshop Nuklir untuk Listrik Pangan dan Kesehatan 2009, Kamis (29/10) di ICMI Center, Jakarta.
Namun, sampai saat ini nuklir masih ditakuti dan dianggap momok sehingga jenis energi ini belum dipercaya untuk memberikan kontribusi dalam menyediakan kebutuhan energi di Indonesia. "Kata-kata nuklir selalu jadi momok di Indonesia. Orang awam, kalau baca nuklir, takut," ujar Sugiharto, Ketua Dewan Pakar ICMI saat membuka workshop tersebut.
Menurut data Departemen ESDM, energi primer di Indonesia hanya bersumber dari minyak bumi, gas, batu bara, panas bumi, air, dan biofuel. "Nuklir belum memberikan kontribusi. Mau mulai yang di Jepara, itu selalu diganggu," ujar Muhamad Najib.
Menurutnya, selain kesan yang menakutkan, pembangunan pembangkit tenaga nuklir juga terkendala biaya. "Membangun PLTN memang butuh dana triliunan, tapi kalau sudah jadi, bisa sampai 20 tahun, dan tidak membutuhkan banyak dana," ujar Muhamad Najib.
Untuk itu, Indonesia harus berani mengambil risiko mengembangkan nuklir sebagai sumber energi masa depan. "Batu bara 30-40 tahun habis, minyak bumi 20 tahun ke depan habis," ujar Muhamad Najib.(Kompas.com)